Tak ubahnya dengan wawasan ketahanan nasional yang meliputi darat, laut,
dan udara; dunia maya juga membutuhkan ketahanan informasi di dunia
maya, baik melalui gateway (kabel, optik) maupun udara (satelit).
"Dengan
adanya pengaturan teritori ini, dampaknya akan sangat dirasakan oleh
kita sendiri, terutama para pelaku industri internet, seperti
penyelenggara jaringan," kata Wakil Ketua Umum Asosiasi Penyelanggara
Jaringan Internet Indonesia (APJII), Semuel A Pangerapan dalam siaran
persnya Kamis (5/7/2012), menyambut Munas ke-7 APJII yang berlangsung di
Bali, hingga 6 Juli 2012.
APJII melalui munas akan memilih
pengurus baru untuk periode 2012-2015. Sebanyak 254 anggota APJII dari
seluruh Indonesia yang merupakan penyelenggara internet (ISP), baik
layanan untuk pelanggan, ke luar negeri, maupun jaringan tetap
antarkota.
Semuel mengatakan, pengaturan teritori informasi ini
diperlukan sebagai turunan dari Undang-undang Informasi dan Transaksi
Elektronik (ITE). Pengaturan teritori internet berupa batasan-batasan,
misalnya untuk website yang sekarang ada sebagian besar adalah dari luar
negeri.
"Karena siapa yang sekarang diuntungkan, lalu pajaknya
siapa yang harus membayar, misalnya dalam hal bisnis online. Hal ini
yang sekarang kami bahas dalam Munas APJII. Sebelumnya kami sudah
berdiskusi dengan Lemhanas dan mereka sangat mendukung pemikiran ini,"
tutur Semuel.
Dia memberikan gambaran, misalnya, database
mengenai layanan umum. Di perbankan, misalnya, server harus ada di
Indonesia, juga bidang-bidang lain. "Jika ini diterapkan, maka akan
memacu pelaku-pelaku data center dalam negeri lebih berkembang,"
ujarnya.
Oleh karena itu, kata Semuel, APJII sekarang terus
mengkaji apakah UU ITE sudah memadai belum. Jika belum, apakah perlu
peraturan baru sebagai turunan ITE. Konsep ketahanan informasi yang
digodok APJII, menurut Semuel, sudah ditawarkan kepada anggota APJII dan
Pemerintah. "Sejauh ini respon mereka sangat bagus karena memang bisa
menciptakan peluang-peluang bisnis baru," katanya.
Sedangkan,
untuk jangka pendek, Semuel menerangkan bahwa APJII berjuang untuk
perlindungan terhadap "content", misalnya, penyelanggara jaringan
internet wajib melindungi pemilik HAKI. "Nah bagi penyelenggara yang
melakukan proteksi content atas pemilik HAKI yang sah, dan melakukan
'take down' content yang tidak sah, seyogianya pun mendapatkan imbalan
jasa," ucapnya.
Selain tu, melalui APJII, Semuel juga
mengembangkan dunia bisnis penyelanggara internet bisa berkembang dengan
cara berkolaborasi. "Setiap pelaku industri internet berkonsolidasi,
namun tetap bersaing di layanannya. Misalnya dengan menggunakan jaringan
dari provider yang sudah ada dari vendor, sehingga tak perlu membayar
vendor lagi," katanya.
Agenda lain yang tak kalah menariknya
adalah pendapatan negara bukan pajak sebesar 1,75 persen dari total
pendapatan penyelenggara internet. Menurut Semuel, sesungguhnya di
Peraturan Pemerintah No 7 tahun 2009 tentang Jenis Dan Tarif Atas Jenis
Penerimaan Negara Bukan Pajak ada perhitungan yang bisa mengurangi
pendapatan negara bukan pajak itu, misalnya mengenai ketersambungan,
tagihan yang tidak terbayar, atau usaha-usaha yang tidak terkait dengan
perizinan seperti penjualan komputer.
"Ini yang sedang kami
perjuangkan karena menurut pemerintah mengenai pendapatan negara bukan
pajak itu tidak ada faktor-faktor yang bisa mengurangi," kata Semuel.
http://tekno.kompas.com/read/2012/07/05/22560729/Dunia.Maya.Butuh.Ketahanan.Informasi
1 komentar:
trims..infony...ya..?
Posting Komentar